Suatu ketika, hiduplah seorang pematung. Pematung ini, bekerja pada
seorang raja yang masyhur dengan tanah kekuasaannya. Wilayah
pemerintahannya sangatlah luas. Hal itu membuat siapapun yang
mengenalnya, menaruh
hormat pada raja ini.
Sang pematung, sudah lama sekali bekerja pada raja ini. Tugasnya
adalah
membuat patung-patung yang diletakkan menghiasi taman-taman istana.
Pahatannya indah, karena itulah, ia menjadi kepercayaan raja itu sejak
lama. Ada banyak raja-raja sahabat yang mengagumi keindahan pahatannya
saat mengunjungi taman istana.
Suatu hari, sang raja mempunyai rencana besar. Baginda ingin membuat
patung dari seluruh keluarga dan pembantu-pembantu terbaiknya.
Jumlahnya
cukup banyak, ada 100 buah. Patung-patung keluarga raja akan di
letakkan di tengah taman istana, sementara patung prajurit dan
pembantunya
akan di letakkan di sekeliling taman. Baginda ingin, patung prajurit
itu
tampak sedang melindungi dirinya.
Sang pematung pun mulai bekerja keras, siang dan malam. Beberapa bulan
kemudian, tugas itu hampir selesai. Sang Raja kemudian datang
memeriksa
tugas yang di perintahkannya. "Bagus. Bagus sekali, ujar sang Raja.
"Sebelum aku lupa, buatlah juga patung dirimu sendiri, untuk
melengkapi
monumen ini."
Mendengar perintah itu, pematung ini pun mulai bekerja kembali.
Setelah
beberapa lama, ia pun selesai membuat patung dirinya sendiri. Namun
sayang, pahatannya tak halus. Sisi-sisinya pun kasar tampak tak
dipoles
dengan rapi. Ia berpikir, untuk apa membuat patung yang bagus, kalau
hanya untuk di letakkan di luar taman. "Patung itu akan lebih sering
terkena hujan dan panas," ucapnya dalam hati, pasti, akan cepat
rusak."
Waktu yang dimintapun telah usai. Sang raja kembali datang, untuk
melihat pekerjaan pematung. Ia pun puas. Namun, ada satu hal kecil
yang
menarik perhatiannya. "Mengapa patung dirimu tak sehalus patung
diriku?
Padahal, aku ingin sekali meletakkan patung dirimu di dekat patungku.
Kalau ini yang terjadi, tentu aku akan membatalkannya, dan
menempatkan mu
bersama patung prajurit yang lain di depan sana."
Menyesal dengan perrbuatannya, sang pematung hanya bisa pasrah. Patung
dirinya, hanya bisa hadir di depan, terkena panas dan hujan, seperti
harapan yang dimilikinya.
***
Teman, seperti apakah kita menghargai diri sendiri? Seperti apakah
kita
bercermin pada diri kita? Bagaimanakah kita menempatkan kebanggaan
atas
diri kita? Ada kalanya memang, ada orang-orang yang selalu pesimis
dengan dirinya sendiri. Mereka, kerap memandang rendah kemuliaan yang
mereka miliki.
Namun, apakah kita mau dimasukkan ke dalam bagian itu. Saya percaya,
tak banyak orang yang menghendaki dirinya mau dimasukkan sebagai orang
yang pesimis. Kita akan lebih suka menjadi orang yang bernilai lebih.
Sebab, Allah pun menciptakan kita tak dengan cara yang main-main.
Allah
menciptakan kita dengan kemuliaan mahluk yang sempurna.
Dan teman, sesungguhnya, kita sedang memahat patung diri kita saat
ini.
Tapi patung seperti apakah yang sedang kita buat? Patung yang kasar,
yang tak halus pahatannya, ataukah patung yang indah, yang memancarkan
kemuliaan-Nya? Patung yang bernilai mahal, yang menjadi hiasan
terindah,
atau patung yang berharga murah yang tak layak diletakkan di tempat
utama?
Memang, tak ada yang tahu akan ditempatkan dimana patung-patung diri
kita kelak. Karena hanya Allah lah Maha Tahu. Karenanya, bentuklah
patung-patung itu dengan indah. Pahatlah dengan halus, agar kita bisa
ditempatkan di tempat yang terbaik, di sisi-Nya. Poleslah setiap
sisinya
dengan kearifan budi, dan kebijakan hati, agar memancarkan keindahan.
Susuri
setiap lekuknya dengan kesabaran, dan keikhlasan.
Pahatan yang kita torehkan saat ini, akan menentukan tempat kita di
akhirat kelak. Bentuklah "patung" diri Anda dengan indah!
Terima kasih telah membaca.
Hope you are well and please do take care.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar